Untuk sebuah plant, kualitas batubara berpengaruh pada Biaya Pembangkit Listrik, yang dapat diklasifikasikan menjadi: Capacity (kapasitas) unit, Heat rate (perpindahan panas), Availability (kemampuan unit untuk beroperasi), Maintanance (biaya perawatan untuk seluruh komponen yang bekerja)
Untuk sebuah plant, kualitas batubara berpengaruh pada Biaya Pembangkit Listrik, yang dapat diklasifikasikan menjadi: 1. Capacity : kapasitas unit 2. Heat rate : perpindahan panas 3. Availability : kemampuan unit untuk beroperasi 4. Maintanance : biaya perawatan untuk seluruh komponen yang bekerja
Gambar 1. Pengaruh Biaya Terhadap Perubahan Batubara Dengan Perpindahan Panas Pada Boiler 1000 MW
Gambar 1. di atas memperlihatkan hubungan batubara dengan outages (energi yang hilang/ power loss) dari dua Plant 800 MW yang berbeda. Dapat dilihat bahwa kemampuan Plant A untuk beroperasi berhubungan dengan nilai kalor dari batubaranya. Begitu juga dengan kemampuan unit (availability) dari Plant B untuk
beroperasi, namun 12% lebih rendah dari Plant A. Batubara yang dimasukkan ke Plant B memiliki sedikit perbedaan karakteristik dengan Plant A, dimana nilai kalornya lebih rendah, sedangkan kandungan abu dan sulfurnya lebih tinggi. Selain itu, slagging index pada Plant B sangat tinggi dan AFT (ash fusion temperature) lebih rendah dari Plant A. Hal ini menyebabkan kemampuan unit untuk beroperasi (availability) lebih rendah dari Plant A. Namun tidak hanya itu, hal ini akan berpengaruh kuat pada cost of power. Terlihat bahwa Heat rate, Kapasitas unit, Availability dan Maintanance sangat tergantung dari kualitas batubara. Gambar 2. di bawah ini membandingkan beberapa tipe dampak dari hipotesa sebuah Plant berkekuatan 1000 MW. Biaya akibat penurunan kapasitas dan availability adalah sama saat keduanya berada pada keadaan yang sama, dimana peralatan sangat mempengaruhi Pembangkit Listrik.
Gambar 2. Pengaruh Kualitas Batubara Terhadap Dampak Biaya Pada Hipotesa Plant 1000 MW
Terlihat pada gambar bahwa saat kapasitas dan availability mengalami penurunan yang semakin besar, maka biaya yang dibutuhkan untuk menanganinya pun mengalami kenaikan sebesar 1.0 x 106 $/yr untuk penurunan sebanyak 1%. Sedangkan biaya dari kenaikan Heat Rate tergantung dari biaya bahan bakar. Nilai pada grafik berdasarkan pada nilai heat rate, kapasitas faktor dan biaya batubara sebesar 104 Btu/kwh, 65% dan 1.40 $/106 Btu. Sedangkan biaya pemeliharaan berdasarkan pada tipe biaya perawatan sebesar 4.0 x 106 $/yr. Studi ini berdasarkan dua utilitas yaitu Southern Company Services dan Tennessee Valley Authority, dimana hal ini mengindikasikan bahwa biaya berhubungan dengan keadaan availability dan maintenance plant, yang menggambarkan pengaruh terbesar dari kualitas batubara pada Biaya Pembangkit.
1. Capacity “Capacity” tiap-tiap unit akan berpengaruh pada nilai ekonomis dari Pembangkit Listrik. Kualitas batubara sangat berpengaruh pada kapasitas dari peralatan Pembangkit Listrik, seperti penanganan batubara, pulverizers, fans, abu, steam generators dan turbin, penghilang slag, sistem pembuang partikulat serta desulfurisasi flue gas. Peralatan penanganan batubara meliputi semua komponen mulai dari pengadaan hingga pulverizers. Penanganan batubara berpengaruh pada parameter batubara, yang akan menggambarkan laju alir dan nilai kalor, dimana nantinya akan berdampak pada pembakaran spontan/ oksidasi, dusting, flowability dan freezing. Semua jenis batubara akan teroksidasi jika terkena udara, termasuk udara bebas. Low rank coal akan dengan cepat teroksidasi dan berpotensial mengalami pembakaran spontan lebih besar. Perubahan karakteristik ini akan mengubah kapasitas alat pada proses selanjutnya, karena design alat dibuat berdasarkan pada parameter batubara yang diperoleh dari data laboratorium. Kapasitas pulverizers dipengaruhi oleh laju alir asupan batubara, yang dipengaruhi oleh karakteristik dari batubara, terutama indeks kehalusan (HGI) dan kadar air (moisture). Meningkatnya kadar moisture batubara berpengaruh pada kapasitas unit, jika sistem asupan udara tidak mencukupi pada temperatur yang cukup tinggi. Hal ini akan membutuhkan panas yang cukup pada proses drying, sehingga rasio udara/batubara meningkat. Perubahan karakteristik batubara akan mempengaruhi fan melalui laju alir, sistem resisten (ketahanan) dan kondisi fan inlet. Contohnya, saat kadar moisture batubara meningkat akan meningkatkan volume laju alir flue gas. Sedangkan kadar abu tergantung dari pulverizers, bottom ash, economizer ash, sistem pengumpulan partikulat dan flue gas. Nilai AFT (ash fusion temperature) batubara dan karakteristik slagging akan mempengaruhi bottom ash, karakteristik fouling abu batubara dan kadar karbon akan mempengaruhi economizer ash, dan kadar kalsium pada abu akan berpengaruh pada penanganan abu. Karakteristik batubara akan mempengaruhi kapasitas steam generator melalui perubahan karakteristik pembakaran batubara, slagging, dan fouling.
2. Availability Untuk menentukan pengaruh availability pada Biaya Pembangkit Listrik diperlukan data-data dari umur peralatan, data operasi, kapasitas, design AFT (ash fusion temperature), dry/ wet bottom dan pengaruh turbin. Design parameters setiap alat akan tergantung pada karakteristik dari batubara sebagai asupan bahan bakar, yang diambil melalui data laboratorium. Penurunan kapasitas tiap alat untuk beroperasi sangat mempengaruhi availability. Oleh karena itu, capacity dan availability saling berkorelasi. Biaya akibat penurunan kapasitas dan availability adalah sama saat keduanya berada pada keadaan yang sama, dimana peralatan sangat mempengaruhi Pembangkit Listrik.
Gambar 3. Pengaruh Alat Terhadap Lost Power Production
Data statistik menyebutkan bahwa kegagalan boiler memiliki dampak terbesar pada availability plant. Gambar 3. di atas berisi data 18 kasus dari Forced Full - Partial Outages tahun 1971 – 1980, yang diurutkan dari Lost Power Production. Dapat dilihat bahwa kegagalan (waterwalls, superheater, reheater dan economizer) diperkirakan lebih dari 44% Total Lost Hours. Namun berdasarkan survei dari EPRI bahwa 12 utilitas mengalami kegagalan akibat erosi dan korosi. Kedua efek ini disebabkan oleh komponen mineral matter dari batubara. Dapat disimpulkan bahwa jika sebuah komponen particular cenderung mengalami kelemahan maka maintenance pun dibutuhkan untuk mencegah terjadinya kegagalan. Gambar di atas juga memperlihatkan kegagalan pulverizer yang merupakan penyebab ketiga terbesar dari Forced Full - Partial Outages. Faktor ini, dengan kegagalan dari heat transfer surfaces, masalah pada ID Fan dan furnace slagging, mengindikasikan potensial terjadinya outages/ power loss hingga 65%, yang berhubungan dengan peralatan akibat coal combustion. Kualitas batubara dapat menyebabkan penurunan kapasitas dari salah satu komponen, hingga komponen tersebut mengalami ketidakmampuan operasi secara maksimal, akibat satu dari beberapa parameter kualitas batubara. Kapasitas pulverizer bisa mengalami keterbatasan akibat dari perubahan coal moisture atau HGI. Electrostatic precipitator akan mengalami keterbatasan akibat kenaikan jumlah padatan atau perubahan ash resistivity yang berhubungan dengan kadar mineral batubara. Steam generator juga dapat mengalami keterbatasan akibat slagging pada furnace, yang bisa disebabkan oleh penumpukan abu yang tidak terkontrol sehingga menurunkan temperature furnace, dan juga kehadiran partikel abu ke permukaan. Keterbatasan kapasitas unit juga berkontribusi pada sebagian outage, ketika muatan mengalami penurunan secara periodik akibat aliran slag. Perubahan kadar batubara yang menyebabkan heat rate sangat berhubungan dengan efisiensi turbin atau hilangnya flue gas. Hilangnya flue gas berhubungan dengan coal moisture atau jumlah excess air, yang berdampak pada tingkat pembakaran karbon. Kadar karbon pada fly ash bisa menandai adanya kehilangan energi. Dampak efisiensi turbin berhubungan dengan perubahan pada superheat temperature atau exhaust temperature seperti perubahan pada reheat attempteration. Dampak kualitas batubara lainnya berhubungan dengan kebutuhan tenaga untuk menangani bahan bakar, fan dan pulverizer.
3. Heat rate Pengaruh karakteristik batubara pada perpindahan panas terjadi melalui perubahan laju alir pada volume produk pembakaran, perubahan perpindahan panas secara radiasi dari variasi komposisi batubara, kondisi pembakaran, penumpukan partikel, dan perubahan perpindahan panas secara konveksi akibat penumpukan fouling. Hilangnya panas dipengaruhi hilangnya gas kering, hilangnya panas akibat moisture pada bahan bakar, hilangnya panas akibat pembakaran hidrogen pada bahan bakar, hilangnya panas akibat terbakarnya abu, hilangnya panas akibat radiasi dan beberapa kehilangan panas yang tak terhitung. Perpindahan panas menurun saat kapasitas unit meningkat akibat scalling pada turbin. Aliran panas turbin menurun dengan jumlah reheat selama siklus akibat dari siklus carnot ideal. Aliran panas turbin menurun saat tekanan dan temperatur asupan steam meningkat. Maksimum temperatur pada rentang 1050oF. Temperatur yang lebih tinggi akan menimbulkan korosi saat temperatur superheater tinggi. Aliran panas turbin menurun dengan meningkatnya kecepatan water heaters. Aliran panas menurun dengan menurunnya tekanan condenser akibat pressure drop. Meningkatnya kadar abu batubara menyebabkan menurunnya efisiensi boiler akibat meningkatnya penumpukan abu berpotensial untuk menurunkan perpindahan panas dan termal yang terasosiasi dengan panas sensible pada fly ash. Selain itu, meningkatnya kadar abu batubara akan menurunkan sifat baik batubara, yang mengarahkan pada meningkatnya kadar karbon yang hilang dan meningkatnya slagging. Kadar abu akan menyebabkan perpindahan panas radiasi pada furnace melalui cara yang rumit. Meningkatnya partikulat akan menurunkan perpindahan panas dari pusat furnace ke dinding melalui absorpsi dan scattering. Meningkatnya kadar moisture batubara akan mengurangi efisiensi boiler secara signifikan melalui hilangnya flue gas thermal yang terasosiasi dengan panas laten dan panas sensible dari moisture. Sebagaimana abu batubara, moisture batubara menyebabkan perpindahan panas secara radiasi dengan cara yang rumit. Moisture batubara akan sangat mempengaruhi perpindahan panas secara konveksi dibandingkan kadar abu. Meningkatnya volatilitas akan terasosiasi dengan meningkatnya kadar moisture batubara, yang akan meningkatkan koefisien perpindahan panas secara konveksi. Gambar 4. di bawah ini memperlihatkan heat rate yang berdampak potensial untuk perubahan batubara pada Plant 1000 MW, yang didasari berbagai asumsi untuk karakteristik unit. Kualitas batubara berdampak pada biaya untuk heat rate 4.46 x 106 $/yr, yang ekuivalen dengan hilangnya kemampuan unit untuk beroperasi (availability) sekitar 5%.
Gambar 4. Pengaruh Biaya Terhadap Perubahan Batubara Dengan Perpindahan Panas Pada Boiler 1000 MW
Gambar di atas berdasarkan heat rate 10,000 Btu/kwh, faktor kapasitas 65%, efisiensi termal 89%, nilai panas batubara 12,000 Btu/lb, ash batubara 10%, moisture 5%, karbon 77% dan harga batubara 35 $/ton. Terlihat bahwa saat ash meningkat 10% akan berdampak pada penurunan ESP yang berdampak pada biaya sebesar 0.70 x 106 $/yr. Saat heating value batubara mengalami penurunan 15%, maka hal ini akan berdampak pada penanganan batubara yang akan berdampak pada biaya sebesar 0.10 x 106 $/yr. Saat karbon pada abu meningkat 2% maka karbon yang berpotensial mengalami combustion akan berkurang, yang berdampak pada biaya sebesar 0.55 x 106 $/yr. Penurunan dry flue gas diakibatkan oleh meningkatnya excess air sebesar 10% dan exhaust temperature sebesar 10oF. Penumpukan abu menyebabkan menurunnya superheat temperature sebesar 50oF, meningkatnya reheat attemperation sebesar 5% dan exhaust temperature sebesar 10oF. Ketiga hal ini berakibat pada penurunan efisiensi turbin, yang akan berdampak pada biaya hingga sebesar 1.18 x 106 $/yr.
4. Maintanance Pada utilitas plant, karakteristik dari batubara akan mempengaruhi biaya maintenance. Biaya maintanace sangat dipengaruhi oleh beban siklus peralatan, lapisan dinding alat melalui abrasi dan erosi, serta korosi. Dua tipe dari korosi sangat berhubungan dengan karakteristik batubara. Korosi pada temperatur rendah melalui kondensasi asam sulfat, dimana temperatur logam berkurang dari acid dew point. Sedangkan korosi bertemperatur tinggi bisa terjadi di bawah penumpukan abu di water wall serta superheater dan reheater tubes. Rentang korosi dari superheater dan reheater tubes sangat rendah di bawah temperatur 1050oF, dimana alkali-iron-sulphates berbentuk padat dan meningkat seiring kenaikan temperatur hingga 1200oF. Pada temperatur di atas 1270oF, alkali-iron-sulphates sudah tidak stabil. Daerah terjadinya korosi berhubungan dengan penumpukan kelelehan. Korosi bertemperatur rendah dapat berada pada kondisi ini, dimana perubahan karakteristik batubara mengurangi acid dew point hingga menurunkan temperatur komponen logam pada keadaan akhir yang dingin di boiler. Sedangkan korosi bertemperatur tinggi dapat mempengaruhi superheater dan reheater tubes dengan temperatur logam yang tinggi. Ini terjadi akibat perubahan batubara, dimana meningkatkan rentang perpindahan panas menuju superheater atau reheater tubes.
Kadar abu dan sulfur juga sangat mempengaruhi biaya maintenance. Hal ini sangat beralasan, karena biaya maintenance bukan dampak instan dari kualitas batubara, melainkan hasil dari pembakaran batubara yang telah lama. Dapat dilihat pada gambar di bawah ini, biaya maintenance meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah kadar abu dan sulfur.
Gambar 5. Korelasi antara Biaya Maintanance dengan Kadar Abu dan Sulfur (Analisa TVA oleh Bull Run dan John Sevier)
Referensi 1 Folsom, B. A., M. P. Heap dan J. H. Pohl. Effects of Coal Quality on Power Plant Performance and Costs. Volume 1. research Project 2256-1. 1986. California.
Gambar 1. Pengaruh Biaya Terhadap Perubahan Batubara Dengan Perpindahan Panas Pada Boiler 1000 MW
Gambar 1. di atas memperlihatkan hubungan batubara dengan outages (energi yang hilang/ power loss) dari dua Plant 800 MW yang berbeda. Dapat dilihat bahwa kemampuan Plant A untuk beroperasi berhubungan dengan nilai kalor dari batubaranya. Begitu juga dengan kemampuan unit (availability) dari Plant B untuk
beroperasi, namun 12% lebih rendah dari Plant A. Batubara yang dimasukkan ke Plant B memiliki sedikit perbedaan karakteristik dengan Plant A, dimana nilai kalornya lebih rendah, sedangkan kandungan abu dan sulfurnya lebih tinggi. Selain itu, slagging index pada Plant B sangat tinggi dan AFT (ash fusion temperature) lebih rendah dari Plant A. Hal ini menyebabkan kemampuan unit untuk beroperasi (availability) lebih rendah dari Plant A. Namun tidak hanya itu, hal ini akan berpengaruh kuat pada cost of power. Terlihat bahwa Heat rate, Kapasitas unit, Availability dan Maintanance sangat tergantung dari kualitas batubara. Gambar 2. di bawah ini membandingkan beberapa tipe dampak dari hipotesa sebuah Plant berkekuatan 1000 MW. Biaya akibat penurunan kapasitas dan availability adalah sama saat keduanya berada pada keadaan yang sama, dimana peralatan sangat mempengaruhi Pembangkit Listrik.
Gambar 2. Pengaruh Kualitas Batubara Terhadap Dampak Biaya Pada Hipotesa Plant 1000 MW
Terlihat pada gambar bahwa saat kapasitas dan availability mengalami penurunan yang semakin besar, maka biaya yang dibutuhkan untuk menanganinya pun mengalami kenaikan sebesar 1.0 x 106 $/yr untuk penurunan sebanyak 1%. Sedangkan biaya dari kenaikan Heat Rate tergantung dari biaya bahan bakar. Nilai pada grafik berdasarkan pada nilai heat rate, kapasitas faktor dan biaya batubara sebesar 104 Btu/kwh, 65% dan 1.40 $/106 Btu. Sedangkan biaya pemeliharaan berdasarkan pada tipe biaya perawatan sebesar 4.0 x 106 $/yr. Studi ini berdasarkan dua utilitas yaitu Southern Company Services dan Tennessee Valley Authority, dimana hal ini mengindikasikan bahwa biaya berhubungan dengan keadaan availability dan maintenance plant, yang menggambarkan pengaruh terbesar dari kualitas batubara pada Biaya Pembangkit.
1. Capacity “Capacity” tiap-tiap unit akan berpengaruh pada nilai ekonomis dari Pembangkit Listrik. Kualitas batubara sangat berpengaruh pada kapasitas dari peralatan Pembangkit Listrik, seperti penanganan batubara, pulverizers, fans, abu, steam generators dan turbin, penghilang slag, sistem pembuang partikulat serta desulfurisasi flue gas. Peralatan penanganan batubara meliputi semua komponen mulai dari pengadaan hingga pulverizers. Penanganan batubara berpengaruh pada parameter batubara, yang akan menggambarkan laju alir dan nilai kalor, dimana nantinya akan berdampak pada pembakaran spontan/ oksidasi, dusting, flowability dan freezing. Semua jenis batubara akan teroksidasi jika terkena udara, termasuk udara bebas. Low rank coal akan dengan cepat teroksidasi dan berpotensial mengalami pembakaran spontan lebih besar. Perubahan karakteristik ini akan mengubah kapasitas alat pada proses selanjutnya, karena design alat dibuat berdasarkan pada parameter batubara yang diperoleh dari data laboratorium. Kapasitas pulverizers dipengaruhi oleh laju alir asupan batubara, yang dipengaruhi oleh karakteristik dari batubara, terutama indeks kehalusan (HGI) dan kadar air (moisture). Meningkatnya kadar moisture batubara berpengaruh pada kapasitas unit, jika sistem asupan udara tidak mencukupi pada temperatur yang cukup tinggi. Hal ini akan membutuhkan panas yang cukup pada proses drying, sehingga rasio udara/batubara meningkat. Perubahan karakteristik batubara akan mempengaruhi fan melalui laju alir, sistem resisten (ketahanan) dan kondisi fan inlet. Contohnya, saat kadar moisture batubara meningkat akan meningkatkan volume laju alir flue gas. Sedangkan kadar abu tergantung dari pulverizers, bottom ash, economizer ash, sistem pengumpulan partikulat dan flue gas. Nilai AFT (ash fusion temperature) batubara dan karakteristik slagging akan mempengaruhi bottom ash, karakteristik fouling abu batubara dan kadar karbon akan mempengaruhi economizer ash, dan kadar kalsium pada abu akan berpengaruh pada penanganan abu. Karakteristik batubara akan mempengaruhi kapasitas steam generator melalui perubahan karakteristik pembakaran batubara, slagging, dan fouling.
2. Availability Untuk menentukan pengaruh availability pada Biaya Pembangkit Listrik diperlukan data-data dari umur peralatan, data operasi, kapasitas, design AFT (ash fusion temperature), dry/ wet bottom dan pengaruh turbin. Design parameters setiap alat akan tergantung pada karakteristik dari batubara sebagai asupan bahan bakar, yang diambil melalui data laboratorium. Penurunan kapasitas tiap alat untuk beroperasi sangat mempengaruhi availability. Oleh karena itu, capacity dan availability saling berkorelasi. Biaya akibat penurunan kapasitas dan availability adalah sama saat keduanya berada pada keadaan yang sama, dimana peralatan sangat mempengaruhi Pembangkit Listrik.
Gambar 3. Pengaruh Alat Terhadap Lost Power Production
Data statistik menyebutkan bahwa kegagalan boiler memiliki dampak terbesar pada availability plant. Gambar 3. di atas berisi data 18 kasus dari Forced Full - Partial Outages tahun 1971 – 1980, yang diurutkan dari Lost Power Production. Dapat dilihat bahwa kegagalan (waterwalls, superheater, reheater dan economizer) diperkirakan lebih dari 44% Total Lost Hours. Namun berdasarkan survei dari EPRI bahwa 12 utilitas mengalami kegagalan akibat erosi dan korosi. Kedua efek ini disebabkan oleh komponen mineral matter dari batubara. Dapat disimpulkan bahwa jika sebuah komponen particular cenderung mengalami kelemahan maka maintenance pun dibutuhkan untuk mencegah terjadinya kegagalan. Gambar di atas juga memperlihatkan kegagalan pulverizer yang merupakan penyebab ketiga terbesar dari Forced Full - Partial Outages. Faktor ini, dengan kegagalan dari heat transfer surfaces, masalah pada ID Fan dan furnace slagging, mengindikasikan potensial terjadinya outages/ power loss hingga 65%, yang berhubungan dengan peralatan akibat coal combustion. Kualitas batubara dapat menyebabkan penurunan kapasitas dari salah satu komponen, hingga komponen tersebut mengalami ketidakmampuan operasi secara maksimal, akibat satu dari beberapa parameter kualitas batubara. Kapasitas pulverizer bisa mengalami keterbatasan akibat dari perubahan coal moisture atau HGI. Electrostatic precipitator akan mengalami keterbatasan akibat kenaikan jumlah padatan atau perubahan ash resistivity yang berhubungan dengan kadar mineral batubara. Steam generator juga dapat mengalami keterbatasan akibat slagging pada furnace, yang bisa disebabkan oleh penumpukan abu yang tidak terkontrol sehingga menurunkan temperature furnace, dan juga kehadiran partikel abu ke permukaan. Keterbatasan kapasitas unit juga berkontribusi pada sebagian outage, ketika muatan mengalami penurunan secara periodik akibat aliran slag. Perubahan kadar batubara yang menyebabkan heat rate sangat berhubungan dengan efisiensi turbin atau hilangnya flue gas. Hilangnya flue gas berhubungan dengan coal moisture atau jumlah excess air, yang berdampak pada tingkat pembakaran karbon. Kadar karbon pada fly ash bisa menandai adanya kehilangan energi. Dampak efisiensi turbin berhubungan dengan perubahan pada superheat temperature atau exhaust temperature seperti perubahan pada reheat attempteration. Dampak kualitas batubara lainnya berhubungan dengan kebutuhan tenaga untuk menangani bahan bakar, fan dan pulverizer.
3. Heat rate Pengaruh karakteristik batubara pada perpindahan panas terjadi melalui perubahan laju alir pada volume produk pembakaran, perubahan perpindahan panas secara radiasi dari variasi komposisi batubara, kondisi pembakaran, penumpukan partikel, dan perubahan perpindahan panas secara konveksi akibat penumpukan fouling. Hilangnya panas dipengaruhi hilangnya gas kering, hilangnya panas akibat moisture pada bahan bakar, hilangnya panas akibat pembakaran hidrogen pada bahan bakar, hilangnya panas akibat terbakarnya abu, hilangnya panas akibat radiasi dan beberapa kehilangan panas yang tak terhitung. Perpindahan panas menurun saat kapasitas unit meningkat akibat scalling pada turbin. Aliran panas turbin menurun dengan jumlah reheat selama siklus akibat dari siklus carnot ideal. Aliran panas turbin menurun saat tekanan dan temperatur asupan steam meningkat. Maksimum temperatur pada rentang 1050oF. Temperatur yang lebih tinggi akan menimbulkan korosi saat temperatur superheater tinggi. Aliran panas turbin menurun dengan meningkatnya kecepatan water heaters. Aliran panas menurun dengan menurunnya tekanan condenser akibat pressure drop. Meningkatnya kadar abu batubara menyebabkan menurunnya efisiensi boiler akibat meningkatnya penumpukan abu berpotensial untuk menurunkan perpindahan panas dan termal yang terasosiasi dengan panas sensible pada fly ash. Selain itu, meningkatnya kadar abu batubara akan menurunkan sifat baik batubara, yang mengarahkan pada meningkatnya kadar karbon yang hilang dan meningkatnya slagging. Kadar abu akan menyebabkan perpindahan panas radiasi pada furnace melalui cara yang rumit. Meningkatnya partikulat akan menurunkan perpindahan panas dari pusat furnace ke dinding melalui absorpsi dan scattering. Meningkatnya kadar moisture batubara akan mengurangi efisiensi boiler secara signifikan melalui hilangnya flue gas thermal yang terasosiasi dengan panas laten dan panas sensible dari moisture. Sebagaimana abu batubara, moisture batubara menyebabkan perpindahan panas secara radiasi dengan cara yang rumit. Moisture batubara akan sangat mempengaruhi perpindahan panas secara konveksi dibandingkan kadar abu. Meningkatnya volatilitas akan terasosiasi dengan meningkatnya kadar moisture batubara, yang akan meningkatkan koefisien perpindahan panas secara konveksi. Gambar 4. di bawah ini memperlihatkan heat rate yang berdampak potensial untuk perubahan batubara pada Plant 1000 MW, yang didasari berbagai asumsi untuk karakteristik unit. Kualitas batubara berdampak pada biaya untuk heat rate 4.46 x 106 $/yr, yang ekuivalen dengan hilangnya kemampuan unit untuk beroperasi (availability) sekitar 5%.
Gambar 4. Pengaruh Biaya Terhadap Perubahan Batubara Dengan Perpindahan Panas Pada Boiler 1000 MW
Gambar di atas berdasarkan heat rate 10,000 Btu/kwh, faktor kapasitas 65%, efisiensi termal 89%, nilai panas batubara 12,000 Btu/lb, ash batubara 10%, moisture 5%, karbon 77% dan harga batubara 35 $/ton. Terlihat bahwa saat ash meningkat 10% akan berdampak pada penurunan ESP yang berdampak pada biaya sebesar 0.70 x 106 $/yr. Saat heating value batubara mengalami penurunan 15%, maka hal ini akan berdampak pada penanganan batubara yang akan berdampak pada biaya sebesar 0.10 x 106 $/yr. Saat karbon pada abu meningkat 2% maka karbon yang berpotensial mengalami combustion akan berkurang, yang berdampak pada biaya sebesar 0.55 x 106 $/yr. Penurunan dry flue gas diakibatkan oleh meningkatnya excess air sebesar 10% dan exhaust temperature sebesar 10oF. Penumpukan abu menyebabkan menurunnya superheat temperature sebesar 50oF, meningkatnya reheat attemperation sebesar 5% dan exhaust temperature sebesar 10oF. Ketiga hal ini berakibat pada penurunan efisiensi turbin, yang akan berdampak pada biaya hingga sebesar 1.18 x 106 $/yr.
4. Maintanance Pada utilitas plant, karakteristik dari batubara akan mempengaruhi biaya maintenance. Biaya maintanace sangat dipengaruhi oleh beban siklus peralatan, lapisan dinding alat melalui abrasi dan erosi, serta korosi. Dua tipe dari korosi sangat berhubungan dengan karakteristik batubara. Korosi pada temperatur rendah melalui kondensasi asam sulfat, dimana temperatur logam berkurang dari acid dew point. Sedangkan korosi bertemperatur tinggi bisa terjadi di bawah penumpukan abu di water wall serta superheater dan reheater tubes. Rentang korosi dari superheater dan reheater tubes sangat rendah di bawah temperatur 1050oF, dimana alkali-iron-sulphates berbentuk padat dan meningkat seiring kenaikan temperatur hingga 1200oF. Pada temperatur di atas 1270oF, alkali-iron-sulphates sudah tidak stabil. Daerah terjadinya korosi berhubungan dengan penumpukan kelelehan. Korosi bertemperatur rendah dapat berada pada kondisi ini, dimana perubahan karakteristik batubara mengurangi acid dew point hingga menurunkan temperatur komponen logam pada keadaan akhir yang dingin di boiler. Sedangkan korosi bertemperatur tinggi dapat mempengaruhi superheater dan reheater tubes dengan temperatur logam yang tinggi. Ini terjadi akibat perubahan batubara, dimana meningkatkan rentang perpindahan panas menuju superheater atau reheater tubes.
Kadar abu dan sulfur juga sangat mempengaruhi biaya maintenance. Hal ini sangat beralasan, karena biaya maintenance bukan dampak instan dari kualitas batubara, melainkan hasil dari pembakaran batubara yang telah lama. Dapat dilihat pada gambar di bawah ini, biaya maintenance meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah kadar abu dan sulfur.
Gambar 5. Korelasi antara Biaya Maintanance dengan Kadar Abu dan Sulfur (Analisa TVA oleh Bull Run dan John Sevier)
Referensi 1 Folsom, B. A., M. P. Heap dan J. H. Pohl. Effects of Coal Quality on Power Plant Performance and Costs. Volume 1. research Project 2256-1. 1986. California.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar