Urutan

Rabu, 17 Agustus 2011

Semen Dari Sampah..... :)

Jepang, sebuah negeri penuh inovasi. Mungkin sebutan itu sesuai dengan bagaimana jepang menangani masalah sampah. Setelah berhasil membuat sebuah airport berkelas internasional di Kobe dimana yang dibuat diatas lapisan sampah, menerapkan pembuatan pupuk dari sampah di berbagai hotel di Jepang, kini Jepang telah berhasil mengubah sampah menjadi produk semen yang kemudian dinamakan dengan ekosemen.
 
Ekosemen
Ekosemen diambil dari kata “Ekologi” dan “Semen”. Diawali penelitian di tahun 1992,  para peneliti Jepang telah meneliti kemungkinan abu hasil pembakaran sampah, endapan air kotor dijadikan sebagai bahan semen. Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa abu hasil pembakaran sampah mengandung unsur yg sama dg bahan dasar semen pada umumnya. Pada tahun 1993, Proyek itu kemudian dibiayai oleh Kementrian Perdangan Internasional dan Industri Jepang. Pada tahun 2001, pabrik pertama di dunia yang mengubah sampah menjadi semen dengan nilai capital stock 4,8 ratus juta yen resmi beroperasi di Chiba. Pabrik tersebut mampu menghasilkan ekosemen 110,000 ton/tahunnya. Sedangkan sampah yang diubah menjadi abu yang kemudian diolah menjadi semen mencapai 62,000 ton/tahun, endapan air kotor dan residu abu industri yang diolah mencapai 28,000 ton/tahun.
Penggunaan Abu Insinerasi untuk semen
Penduduk jepang membuang sampah baik organik maupun anorganik, sekitar 50 juta ton/tahun. Dari 50 ton/tahun tersebut yang dibakar (Proses Incineration) menjadi abu (incineration ash) sekitar 37 ton/tahun. Sedangkan abu yang dihasilkan mencapai 6 ton/tahunnya. Dari abu inilah yang kemudian dijadikan sebagai bahan dari pembuatan ekosemen. Abu ini dan endapan air kotor mengandung senyawa2 dalam pembentukan semen biasa. Yaitu, senyawa-senyawa oksida seperti CaO, SiO2, Al2O3, dan Fe2O3. Oleh karena itu, abu insinerasi ini bisa berfungsi sebagai pengganti tanah liat yang digunakan pada pembuatan semen biasa.

CaO
SiO2
Al2O3
Fe2O3
SO3
Cl
Semen biasa
62~65
20~25
3~5
3-4
2-3
50-100 ppm
Abu Insinerasi
12~31
23~46
13~29
4~7
1~4
150,000 ppm
Sumber : Taiheyo Engineering Corp
Yang jadi masalah adalah kandungan Cl yang begitu tinggi pada abu insinerasi dan logam berat yang masih terkandung yang dapat mengakibatkan trouble pada sistem operasi dan mengurangi kualitas dan material safety pada semen. Sedangkan kandungan CaO yang masih kurang pada abu insinerasi dapat dicukupi dengan penambahan batu kapur. Dalam pembuatan ekosemen ini, chlorine dan logam berat yang terkandung pada abu insinerasi akan diekstrak menjadi logam (seperti Cu, Pb, dll) yang kemudian direcyle.
Proses Pembuatan Ekosemen
Secara umum, produksi semen biasa (Portland) meliputi pengeringan, penghancuran dan pencampuran limestone, clay, quartzite dan bahan baku lainnya dan kemudian dibakar dengan rotary klin.  Pada pembuatan ekosemen, secara prinsip sama dengan pembuatan semen biasa. Perbedaannya terletak pada abu insinerasi, sewage sludge, dan limbah lainnya yang digunakan sebagai raw material sebagai pengganti clay dan quartzite.
1. Proses Awal
raw material (incineration ash dan endapan air kotor rumah tangga) diproses terlebih dahulu, seperti dengan pengeringan (drying), crushing, dan logam yang masih terkandung dalam bahan baku dipisahkan dan direcycle.
2. Pengeringan dan Penghancuran bahan baku
setelah dikeringkan, bahan baku dihancurkan bersamaan dengan bahan baku lainnya (batu kapur).
3. Pencampuran bahan baku
Kemudian dimasukkan ke dalam Homogenizing Tank (Tank agar bahan baku dapat tercampur dengan baik) bersamaan dg fly ash (abu yang dihasilkan oleh pembangkit listrik batu bara) dan blast furnace slag (Limbah yang dihasilkan industri besi). Dua Homoginezing tank ini diatur dan ditujukan untuk pencampuran semua bahan baku dan kemudian dialirkan ke proses selanjutnya. Pencampuran ini dimaksudkan untuk memperoleh komposisi kimia yg diinginkan.
4. Pembakaran
Setelah itu dimasukkan ke dalam rotary klin, untuk kemudian dibakar pada suhu diatas 1,350 C. Pada proses ini, dioksin dan senyawa berbahaya lainnya yang terkandung pada abu insinerasi akan terurai dengan aman. Gas limbah dari rotary klin kemudian didinginkan secara cepat hingga suhu 200 C untuk mencegah terbentuknya dioksin kembali. Pada proses ini pula logam berat yg masih terkandung dipisahkan dan dikumpulkan ke dalam bag filter sebagai debu yang mengandung chlorine. Debu ini kemudian dialirkan ke Heavy Metal Recovery Process (HMRP). Pada proses ini, chlorine yang masih terkandung akan dihilangkan dan menghasilkan sebuah logam seperti tembaga dan timbal yang kemurniannya mencapai 35 % atau lebih.
Pada proses firing ini akan dihasilkan clinker (produk pertengahan pada industri semen) yang kemudian dikirim ke clinker tank.
flow-chart 
Grafik 1. Flow chart pembuatan ekosemen (sumber:http://www.ichiharaeco.co.jp yang telah diterjemahkan)

5.  Penghancuran Hasil Produk
gypsum ditambahkan bersama clinker dan campuran tersebut akan dihancurkan (pulverizing) pada finish mills yang kemudian akan menghasilkan produk ekosemen.
Pengaruh plastik vinil
plastik vinil yang terdapat dalam sampah pada proses pembakaran akan mengakibat kekuatan konkrit ekosemen akan berkurang. Hal ini diakibatkan oleh adanya gas Cl2 hasil peruraian plastik vinil yang dapat mempengaruhi kekuatan konkrit ekosemen. Sehingga perlu pemisahan sampah organik dengan plastik vinil.
Kualitas Ekosemen
Hingga saat ini ada dua macam tipe ekosemen (berdasarkan penambahan alkali dan kandungan chlorine) yaitu tipe biasa  dan Tipe Rapid Hardening. Ekosemen tipe biasa mempunyai kualitas sama baiknya dengan semen portland biasa. Tipe ekosemen ini  banyak digunakan sebagai bahan bangunan. Sedangkan ekosemen tipe Fast Hardening memiliki kekuatan konkrit dan pengerasan (hardening) yang lebih cepat dibanding semen portland tipe high-early strenght (lihat grafik 2). Ekosemen tipe ini digunakan pada blok arsitektur, bahan extoriar wall, bahan atap bangunan, blok jalan, dll.  Ekosemen ini telah melewati proses standar industri Jepang.

grafik

Grafik 2. perbandingan development strength ekosemen dan semen portland (sumber : Taiheyo Engineering Corp)
Dengan adanya pengubahan sampah menjadi semen, menambah alternatif pengolahan sampah menjadi barang bermanfaat bagi manusia yang telah membuangnya. Selain itu dengan adanya alternatif pengolahan sampah menjadi semen, biaya pengolahan sampah di Jepang menjadi lebih murah. Bila sebelumnya 40,000/ton (pengolahan sampah konvensional) menjadi 39,000/ton (pengolahan sampah hingga menjadi semen).
Peluang di Indonesia
Indonesia belum bisa lepas dari masalah sampah. Mulai dari penolakan warga masyarakat sekitar TPA akibat kepulan asap dan bau yang ditimbulan pengolahan sampah saat ini hingga kejadian yang tidak pernah dilupakan, tragedi leuwih gajah yang merenggut 24 nyawa tak bersalah.
Sudah banyak upaya yang dilakukan, termasuk dengan mengubahnya menjadi sumber energi (metan) namun akibat kurangnya prospek dari segi ekonomi, akhirnya perkembangannya masih jalan ditempat. Dengan berhasilnya Jepang, mengolah sampah menjadi semen, tentu menjadi peluang sangat besar untuk dikembangkan di Indonesia. Di Jakarta saja, sampah yang dihasilkan oleh warganya mencapai 6000 ton lebih/hari. Selain itu secara prinsip, pembuatan ekosemen hampir sama dengan pembuatan semen biasa, sehingga jika bisa dilakukan kerja sama dengan pihak industri semen, maka akan jadi kerjasama yang menguntungkan baik pihak pemerintah maupun pihak industri. Dari pihak pemerintah penanganan sampah bisa teratasi dan dari pihak industri mampu mengurangi penggunaan batu kapur (26 %).
Namun yang terpenting adalah kemauan pemerintah, khususnya pemerintah kota/daerah, untuk mengelola sampah dengan baik dan memulai untuk mencoba memisahkan sampah antara sampah organik, anorganik, botol dan kaleng menjadi kebudayaan bangsa Indonesia secara luas. Sehingga peluang pemanfaatan sampah menjadi semen atau produk yang lain bisa oleh pihak industri bisa lebih ekonomis.
semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar